Sejak remaja, Jonathan Kosasih telah menggunakan ilmu pelet untuk menaklukan para wanita. Gejolak muda dan hasratnya akan seks dilampiaskan dengan bergonta ganti wanita.
“Kalau sudah pengen, pacar teman pun saya makan juga,” ujar Jonathan.
Sekalipun nuraninya mengingatkan bahwa hal itu adalah dosa, namun karena tak kuat dengan besarnya dorongan dan hasrat seksnya, Jonathan seperti tak kuasa untuk lepas dari ikatan perzinahan. Bahkan ia dengan bangga bercerita kepada teman-temannya tentang apa yang telah ia lakukan, seakan sebuah kemenangan.
“Dengan bangganya saya ceritakan, tadi malam saya tidur dengan si ini, saya lakukan begini-begini. Jadi teman-teman merasa respek.”
Tapi ternyata Jonathan hanya manis kepada wanita-wanita yang ingin ia tiduri saja. Setelah memasuki bahtera pernikahan, Jonathan sangat kasar kepada wanita yang telah menjadi istrinya.
“Waktu itu gara-garanya dia pulang, dan saya merasa cemburu terhadap orang yang mengantarnya. Jadi saya marah..”
Istrinya belum sempat memberikan penjelasan, namun Jonathan dengan penuh amarah melempar istrinya dengan barang yang ada di dekatnya. Istrinya, Susi hanya bisa menangis dan menyimpan rasa sakit hati yang ia rasakan dalam-dalam.
“Saya punya pikiran kalaupun saya cerai, saya ngga mau menikah lagi. Saya trauma, karena pasti laki-laki seperti itu. Kebanyakan laki-laki pasti seperti itu kalau sedang marah, jadi saya ngga mau,” terang Susi yang merasakan trauma yang mendalam.
Meskipun keinginan untuk bercerai itu begitu kuat, namun Susi tidak punya kekuatan untuk mengatakannya. Ia hanya bisa memendam dalam hati. Dalam kondisi tertekan seperti itu, Susi hanya bisa mengadu kepada Tuhan, dan memohon agar Tuhan menjamah kehidupan suaminya.
Sesuatu pun Jonathan alami, hatinya mulai terusik. “Saya seperti diingatkan, ‘Kamu harus lakukan, kamu harus berubah, kamu harus bertobat.’ Disana dorongan itu begitu kuat, jadi saya cerita tentang pengalaman saya, kemudian saya di doakan di sana. Setelah itu saya merasa yakin bahwa hidup saya akan berubah.”
Tapi doa dan pengakuan yang Jonathan buat masih sekedar ungkapan di bibir saja, hidupnya tidak berubah, ia malah kembali ke pergaulannya yang lama dengan narkoba dan minuman keras.
Malam itu Jonathan mengajak seorang teman untuk membeli minuman keras dan ganja, namun nuraninya memperingatkan dia bahwa maut sedang mengintainya.
“Seperti ada sebuah dorongan yang berkata kepada saya, ‘ayo cepat beli, lagi nanggung kalau jam-jam segini. Nanti minumannya udah abis dan cimengnya juga udah abis.’ Tapi di dalam hati saya ada lagi yang ngomong, ‘Kamu jangan pergi, pasti kamu hari ini celaka.’ Tapi saya berkata, ‘Ah, udah aja biarin. Kalau mau celaka, ya celaka aja. Toh saya ada Tuhan yang akan menyelamatkan saya. Yang akan membawa saya masuk sorga.’ Karena saya beranggapan saya sudah di doakan oleh seorang hamba Tuhan.”
Dengan tindakannya itu, Jonathan seperti menantang Tuhan. Ia pun pergi membeli narkoba dan minuman keras. Saat itu ia membonceng motor dimana teman yang mengendarai motor itu ternyata dalam keadaan mabuk.
“Teman saya yang bawa motor itu mabuk, jadi dia bawanya kencang sekali. Tiba-tiba saya diingatkan dengan istri dan anak saya, saya kaget. Kemudian saya ngomong gini sama Tuhan, ‘Ayo Tuhan, kalau mau celaka, boleh deh. Tapi saya jangan apa-apa. Jangan saya mati.’ Baru saja saya mengucapkan itu, sekitar dua atau tiga detik kemudian, dari arah berlawanan muncul sebuah bis. Kemudian motor yang saya tumpangi menghantam bis. Saya kelempar, ban motornya jadi angka delapan, teman saya dalam keadaan parah, namun saya ngga apa-apa. Saya juga kaget, kenapa saya ngga apa-apa.”
Jonathan pulang dan merenungkan apa yang baru saja ia alami. Saat itu Jonathan baru benar-benar menyadari bahwa Tuhan itu ada dan hidup.
“Saat itu saya merenungkan, ternyata Tuhan itu ada, ternyata Yesus itu ada. Saya menangis dan meminta ampun pada Tuhan, ‘Tuhan, maafkan saya karena telah nantang-nantang Tuhan. Saya sudah berlaku tidak baik. Kepercayaan yang Tuhan berikan sewaktu saya dulu di doakan, telah saya sia-siakan.’ Jika saya sampai mengalami tabrakan seperti itu, saya sadar kalau semua itu pertolongan Tuhan buat diri saya. Bahwa semua itu anugrah buat hidup saya, karena saya masih di selamatkan, saya masih dikasih kesempatan untuk berbuat baik bagi Tuhan.”
Melalui sebuah ibadah, Jonathan mendapatkan bantuan bantuan untuk memperbaiki hidupnya. Sebuah kebenaran firman Tuhan tertanam dalam hatinya, “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.” Yehezkiel 36:25-26.
“Saya merasa diri saya najis, tapi ayat itu mengatakan saya akan ditahirkan. Saya ingin hati saya kudus, saya ingin hati saya suci, ingin berbuat baik, tapi selalu tidak bisa. Ternyata ada jawabannya dalam firman itu.”
Hari itu, Jonathan mengalami kebebasan dan merasakan damai sejahtera yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia kini telah memiliki masa depan yang baru di dalam Yesus Kristus, bahkan sebuah komitmen pun dibuatnya. Ia meminta maaf pada istrinya dan hal ini dibuktikannya dengan mengubah karakternya yang buruk. Bahkan ia kini bersama istrinya telah memberikan hidupnya untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati.
Sumber : V100203105120